Senin, 30 Mei 2011

Makalah Arbitrase

PENGERTIAN ARBITRASE
Secara harfiah, perkataan arbitrase berasal dari kata arbitrare (Latin) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.
H.M.N. Purwosutjipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi keduabelah pihak.
Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus Pengadilan. Poin penting yang membedakan Pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur Pengadilan (judicial settlement) menggunakan satu peradilan permanen atau standing court, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai “hakim” dalam mahkamah arbitrase, sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang sedang ditangani.
Menurut Frank Elkoury dan Edna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka di mana keputusan berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat.
Di Indonesia, perangkat aturan mengenai arbitrase yakni UU No. 30 tahun 1999 mendefinisikan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Black’s Law Dictionary juga memberikan definisi arbitrase sebagai a method of dispute resolution involving one or more neutral third parties who are usually agreed to by the disputing parties and whose decision is binding.
Berbagai pengertian arbitrase yang diberikan di atas terdapat beberapa unsur kesamaan, yaitu:
1) Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa-sengketa, baik yang akan terjadi maupun telah terjadi kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan.
2) Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya di sini dalam bidang perdagangan industri dan keuangan.
3) Putusan tersebut meupakan putusan akhir dan mengikat (final and binding).

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN ARBITRASE
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999).
Arbitrase diangggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan cara litigasi, oleh karena itu dalam praktek para pelaku bisnis dan dunia usaha ada kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

Adapun beberapa keunggulannya antara lain:
1) Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2) Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal procedural dan administrative
3) Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai maalah yang disengketakan, jujur dan adil
4) Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase
5) Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan
Michael B. Metzger mengemukakan pendapat keuntungan penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini:
“As compared with the court system, the main advantages clained for arbitration are:
1) quicker resolution of disputes
2) lower costs in time and money to the parties
3) the availability of professional who are often expert in the subject matter of dispute”.

Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas, tidak semuanya benar, sebab di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses arbitrase. Di antara kelebihan arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat kerahasiaannya, karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian, penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis atau dagang yang bersifat internasional. Sifat rahasia arbitrase dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau yang merugikan akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum.
Meskipun penyelesaian melalui arbitrase diyakini memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan jalur pengadilan, tetapi penyelesaian melalui Arbitrase juga memiliki kelemahan-kelemahan.
Beberapa kelemahan dari Arbitrase dan ADR adalah:
1) Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI, BASYARNAS dan P3BI.
2) Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga Arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembaga Arbitrase yang ada.
3) Lembaga Arbitrase dan ADR tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi putusannya.
4) Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan teknik mengulur-ulur waktu, perlawanan, gugatan pembatalan dan sebagainya.
5) Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra judicial, Arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran.


HAPUSNYA PERJANJIAN ARBITRASE

Perjanjian arbitrase dinyatakan batal, apabila dalam proses penyelesaian sengketa terjadi peristiwa-peristiwa:
1) Salah satu dari pihak yang bersengketa meninggal dunia.
2) Salah satu dari pihak yang bersengketa mengalami kebangkrutan, novasi (pembaharuan utang), dan insolvensi.
3) Pewarisan.
4) Hapusnya syarat-syarat perikatan pokok.
5) Pelaksanaan perjanjian arbitrase dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut.
6) Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

LINGKUP ARBITRASE
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.

ARBITRASE MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

Berdasarkan definisi yang diberikan dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peredilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Ada tiga hal yang dapat dikemukakan dari definisi yang diberikan oleh undang-undang No.30 Tahun 1999 tersebut:
1) Arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian
2) Perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk etrtulis
3) Perjanjian tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan diluar peradilan umum


ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU PRANATA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA TINGKAT AKHIR

Telah kita kita ketahui bahwa menurut ketentuan pasal 6 ayat (9) Undang-undang No. 30 Tahun 1999 adalah hal-hal usaha alterbatif penyelesaian sengketa melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, pemberian pendapat (hukum) yang mengikat maupun perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaian melalui lembaga arbitrase atau arbitrase Ad-Hoc. Ini berarti arbitrase dapat dikatakan merupakan pranata alternatif penyelesaian sengketa terakhit dan final bagi para pihak.

JENIS ARBITRASE

Yang dimaksud dengan arbitrase ialah macam-macam arbitrase yang diakui eksistensi dan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi antara pihak yang mengadakan perjanjian. Jenis arbitrase yang diakui dan memiliki validitas, diatur dan disebut dalam peraturan dan berbagai konvensi.

Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek:
1) Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)
Disebut juga dengan arbitrase Ad-Hoc atau Volunter Arbitrase karena sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini keberadaannya hanya untuk memutus dan menyelesaikan satu kasus sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka arbitrase Ad-Hoc inipun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. (para) arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini ditentukan dan dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara pengangkatan (para) arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa, tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan dan penentuan hal-hal tersebut terdahulu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditemukan oleh undang-undang.
2) Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Sedikit berbeda dari arbitrase Ad-Hoc, arbitrase institusional, keberadaannya praktis dan bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal dengan nama ”permanent arbitral body”. Arbitrase institusional ini merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk menyelesaikan sengketa yang terbit dari kalangan dunia usaha. Hampir pada semua negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada umumnya pendiriannya diprakarsai oleh kamar dagang dan industri negara tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri-sendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penunjukan lembaga ini berarti menunjukan diri pada aturan-aturan main dari dan dalam lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan-peraturan yang berlaku masing-masing untuk lembaga tersebut.


KOMPETISI ABSOLUT

Dalam hukum acara, kita mengenal adanya istilah kompetensi relatif dan kompetisi absolut. Kedua istilah tersebut diatas berhubungan dengan masalah kewenangan dari pranata peradilan atau peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang timbul diantara para pihak. Pada kompetensi relatif, kewenangan tersebut berhubungan dengan lokasi atau letak peradilan yang berwenang. Sedangkan kompetensi absolut mempersoalkan kewenangan tersebut berhubungan dengan lokasi atau letak peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang terjadi.

Berdasarkan ketentuan pasal 3 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 kita ketahui bahwa penyelesaian perselisihan atau sengketa melalui pranata arbitrase memiliki ”kompetensi absolut” terhadap penyelesaian perselisihan atau sengketa melalui peradilan. Ini berarti bahwa setiap perjanjian yang telah mencantumkan klausula arbitrase atau sebuah perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak menghapuskan kewenangan dari peradilan (negeri) untuk menyelesaikan setiap perselisihan atau sengketa yang timbul dari perjanjian yang membuat kalusula arbitrase tersebut atau yang telah timbul sebelum ditanda tangani perjanjian arbitrase oleh para pihak.

SYARAT SUBJEKTIF

Jika kita telah kembali pada definisi yang diberikan, dimana dikatakan bahwa arbitrase adalah suatu cara alternatif penyelesaian sengketa, maka dapat kita katakan bahwa sebagai perjanjian, arbitrase melibatkan dua pihak yang saling bersengketa untuk mencari penyelesaian sengketa diluar pengadilan.

Untuk memenuhi syarat subyektif, selain harus dibuat oleh mereka yang demi hukum cakap untuk bertindak dalam hukum, perjanjian arbitrase harus dibuat oleh mereka yang demi hukum dianggap memiliki kewenangan untuk melakukan hal yang demikian. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa para pihak dalam perjanjian arbitrase tidak dibatasi untuk subyek hukum menurut hukum perdata melainkan juga termasuk didalamnya subyek hukum publik. Namun satu hal yang perlu dimasukan disini, tidaklah beratri arbitrase dapat mengadili segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum publik. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase ini sifatnya terbatas. Yang pasti relevansi dari kewenangan para pihak menjadi bagian yang sangat penting bagi para pihak dalam perjanjian arbitrase.

SYARAT OBJEKTIF

Syarat objektif dari perjanjian arbitrase ini diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 30 1999 yang mana tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa tersebut, objek perjanjian arbitrase atau dalam hal ini adalah sengketa yang akan diselesaikan diluar pengadilan melalui lembaga arbitrase hanyalah sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan ”ruang lingkup hukum perdagangan” adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang : perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dan hak kekayaan intelektual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar